Tampilkan postingan dengan label Manhaj. Tampilkan semua postingan

Rasulullah Ada Dimana-mana, Benarkah Itu?

Masih banyak keyakinan aneh yang menyatakan Rasulullah berada dimana-mana, berjalan-jalan di bumi menghadiri perayaan-perayaan yang tidak asalnya dari Islam. Lalu, bagaimana jawaban dan sanggahan atas keyakinan tersebut, simak jawaban yang diberikan oleh Ulama Ahlus Sunnah dibawah ini.

Pertanyaan:

Benarkah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam saat ini ada dimana-mana? Lalu apakah beliau mengetahui perkara gaib?

Syaikh Abdul ‘Aziz Bin Baz -rahimahullah- menjawab:


Tentunya kita semua tahu baik secara logika maupun berdasarkan dalil-dalil bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak berada dimana-mana. Yang benar jasad beliau saat ini berada di makamnya yaitu di kota Madinah Al Munawwarah. Sedangkan ruh beliau ada di Rafiqul A’laa, yaitu di surga. Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadits shahih, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda ketika menjelang wafatnya:

اللهم في الرفيق الأعلى

“Ya Allah, di Rafiqul A’la.” (Al Bukhari di bab Al Jumu’ah (850), juga di Sunan At Tirmidzi bab Ad Da’awat (3496), di Sunan An Nasa’i bab Al Jana’iz (1830), Sunan Ibnu Majah bab Maa Ja’a Fil Jana’iz (1619), di Musnad Ahmad bin Hambal (6/200), di Muwatha Malik bab Jana’iz (562))

Sebanyak 3 kali lalu beliau wafat.

Para ulama Islam di kalangan para sahabat dan yang setelah mereka telah bersepakat bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dimakamkan di rumah ‘Aisyah radhiallahu’anha, bersebelahan dengan masjid beliau yang mulia. Dan jasad beliau tetap berada di sana sampai masa sekarang. Sedangkan ruh beliau, juga ruh para Nabi dan Rasul yang lain, serta ruh orang-orang mu’min semuanya di surga, namun keadaan mereka bertingkat-tingkat sesuai dengan kekhususan yang Allah berikan dalam hal ilmu dan iman juga dalam hal kesabaran dalam menghadapi rintangan di jalan dakwah.

Sedangkan mengenai perkata gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah semata. Adapun Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam serta orang-orang setelah beliau hanya mengetahui hal gaib sebatas yang telah diberitahu oleh Allah saja. Yaitu yang telah dikabarkan melalui Al Qur’anul Karim dan hadits, semisal pengetahuan tentang surga, neraka, gambaran keadaan hari kiamat, atau perkara lain yang terdapat penjelasan dari Al Qur’anul Karim dan hadits yang shahih. Semisal itu juga, pengetahuan tentang turunnya Dajjal, akan terbitnya matahari dari barat, keluarnya dabbah, turunnya Nabi Isa Al Masih bin Maryam di akhir zaman, atau perkara-perkara lainnya.

Berdasarkan firman Allah Azza Wa Jalla di surat An Naml :

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (Qs. An Naml: 65)

Juga firman Allah di surat Al An’am:

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ

“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib.” (Qs. Al An’am: 50)

Juga firman Allah di surat Al A’raf:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”” (Qs. Al A’raf: 188)

Ayat-ayat lain yang maknanya senada sangatlah banyak.

Terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengetahui perkara gaib. Salah satunya sabda beliau ketika ditanya oleh Jibril tentang kapan terjadinya kiamat:

ما المسئول عنها بأعلم من السائل

“Yang bertanya (Malaikat Jibril) pun tidak lebih mengetahui dari yang ditanya (Rasulullah).” (HR. Al Bukhari bab Al Iman, no.50; Muslim bab Al Iman, no.10; An Nasa’i bab Al Iman Wa Syara’i-’u-hu , no. 4991; Ibnu Majah bab Muqaddimah, no. 64; Ahmad, 2/426)

Kemudian beliau ditanya tentang 5 tanda kiamat yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, beliau membacakan ayat Qur’an:

إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan.” (Qs. Luqman: 34)

Dalil lain, ketika ahlul ifki menuduh ‘Aisyah radhiallahu’anha berbuat zina, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidaklah mengetahui tuduhan tersebut benar ataukah bohong, sampai akhirnya turun wahyu dari Allah dalam surat An Nur.

Dalil lain, ketika ‘Aisyah ikut pada sebagian peperangan, kalungnya hilang. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun tidak mengetahui dimana kalung tersebut berada sehingga beliau mengutus beberapa orang untuk mencarinya namun hasilnya nihil. Setelah unta milik ‘Aisyah berdiri barulah diketahui ternyata kalung tersebut selama ini ada di bawah unta. Ini beberapa hadits dari sekian banyak hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengetahui hal gaib.

Sedangkan apa yang disangkakan oleh sebagian orang sufi bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengetahui hal gaib dan beliau hadir di perayaan-perayaan mereka semisal mereka menyangka bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam hadir di tengah mereka ketika perayaan Maulid Nabi, atau perayaan yang lain, ini semua adalah sangkaan yang salah dan tidak memiliki dasar. Keburukan ini disebabkan oleh ketidak-pahaman mereka terhadap Al Qur’an dan hadits sebagaimana yang dipahami oleh salafus shalih.

Kita memohon kepada Allah semoga kita dan kaum muslimin semua diberi keselamatan dari musibah yang menimpa mereka, kita juga memohon kepada Allah agar memberikan petunjuk bagi kita dan seluruh kaum muslimin kepada jalan yang lurus. Sungguh Allah maha mendengar dan mengabulkan doa.

Mengkeramik Kuburan Terlarang, Mengapa?

Mengapa di dalam ajaran Islam dilarang mengkeramik/mengaci/menyemen/mengkijing kuburan? Karena terdapat banyak dalil yang menunjukkan larangan mengkijing kuburan. Diantaranya,


Pertama, keterangan Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu,

عَنْ أَبِى الْهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَالَ قَالَ لِى عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

Abul Hayyaj al Asadi mencriakan bahwa Ali bin Abi Tholib berpesan kepadanya, “Saya mengutusmu dengan membawa misi yang pernah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampaikan kepadaku, yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).

Kedua, keterangan dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan membuat bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970).

Keterangan:

Termasuk bentuk ‘membuat bangunan di atas kuburan’ adalah mengkijing kuburan atau membuat cungkup di atas kuburan.

Keterangan Imam as-Syafii & Ulama Syafiiyah

Dalam kitab al-Umm, Imam as-Syafii mengatakan,

وَأُحِبُّ أَنْ لَا يُبْنَى وَلَا يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلَاءَ وَلَيْسَ الْمَوْتُ مَوْضِعَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا ولم أَرَ قُبُورَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ مُجَصَّصَةً

Saya menyukai agar kuburan tidak diberi bangunan di atasnya dan tidak pula disemen (di-aci). Karena semacam ini sama dengan menghias kuburan dan berbangga dengan kuburan. Sementara kematian sama sekali tidak layak untuk itu. Dan saya juga melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar, kuburan mereka tidak disemen. (al-Umm, 1/277)

Imam as-Syafii rahimahullah juga menceritakan sikap para penguasa ketika itu,

وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك

Saya melihat para penguasa menghancurkan kijing dan cungkup yang ada di kuburan di Mekah, dan saya tidak mengetahui adanya satupun ulama yang mengingkari perbuatan mereka. (al-Umm, 1/277)

Imam Nawawi – ulama Syafiiyah – mengatakan,

أَنَّ السُّنَّةَ أَنَّ الْقَبْرَ لَا يُرْفَعُ عَلَى الْأَرْضِ رَفْعًا كَثِيرًا وَلَا يُسَنَّمُ بَلْ يُرْفَعُ نَحْوَ شِبْرٍ وَيُسَطَّحُ وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ

“Yang sesuai ajaran Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – kubur itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir dilihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam madzbab Syafi’i dan yang sepahaman dengannya.” (Syarh Shahih Muslim, 7/35).

Imam Nawawi di tempat lain juga menegaskan,

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ كَرَاهَةُ تَجْصِيصِ القبر والبناء عيه وَتَحْرِيمُ الْقُعُودُ وَالْمُرَادُ بِالْقُعُودِ الْجُلُوسُ عَلَيْه

“Terlarang memberikan semen pada kubur, dilarang mendirikan bangunan di atasnya dan haram duduk di atas kubur.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 37).

Keterangan al-Qadhi Abu Syuja’ dalam Matan al-Ghayah wa at-Taqrib, beliau menyatakan,

ويسطح القبر ولا يبني عليه ولا يجصص

“Kubur itu diratakan, tidak boleh dibangun kijing atau cungkup di atasnya dan tidak boleh kubur tersebut disemen (di-aci).” (Mukhtashor Abi Syuja’, hlm. 83).

Allahu a’lam.

oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Bagaimana Cara Shalat Lailatul Qadar?

Ada seorang penanya yang menanyakan kepada konsultasi syariah berkaitan dengan Shalat Lailatul Qadar, "Adakah shalat lailatul qadar? Shalat ini dikerjakan 2 rakaaat, dg membaca surat al-Ikhlas 7 kali di setiap rakaat. Apa itu benar? Mohon pencerahannya…"


Pertanyaan ini kemudian dijawab secara tegas dan dilengkapi dalil yang tidak diragukan oleh Ustadz Ammi Nur Baits, bahwa terdapat hadits yang berbunyi,

من صلّى ركعتين في ليلة القدر، فيقرأ في كل ركعة فاتحة الكتاب مرة، وقل هو الله أحد سبع مرات، فإذا فرغ يستغفر سبعين مرة؛ فما دام لا يقوم من مقامه حتى يغفر الله لـه ولأبويه، وبعث الله ملائكة يكتبون له الحسنات إلى سنة أخرى، وبعث الله ملائكة إلى الجنان يغرسون له الأشجار ويبنون له القصور ويجرون له الأنهار، ولا يخرج من الدنيا حتى يرى ذلك كله

Siapa yang shalat 2 rakaat ketika lailatul qadar, dalam setiap rakaat dia membaca al-Fatihah sekali dan qul huwallahu ahad 7 kali, setelah selesai shalat dia beristighfar 70 kali, maka selama dia masih di tempat shalatnya, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan kedua orang tuanya, Allah akan mengutus Malaikat untuk mencatat kebaikannya sampai tahun berikutnya, Allah juga mengutus Malaikat untuk menanam pohon miliknya di surga, membangunkan istana, dan mengalirkan sungai untuknya. Dan dia tidak mati sampai dia melihat itu semua.

Bagaimana status Hadis di atas?

Hadis ini tidak dijumpai di kitab-kitab hadis manapun. Kemungkinan besar, buatan orang syiah. Karena itu, shalat lailatul qadar, marak dilakukan orang-orang syiah. Dalam keterangan lain, mereka juga menganjurkan untuk mengunjungi kuburan Husain di Karbala setelah mengerjakan shalat ini.

Lembaga Fatawa Syabakah Islamiyah pernah mendapatkan pertanyaan tentang hadis ini. Jawaban yang diberikan,

فلا شك في كون هذا الحديث كذبا مختلقا فلا تحل روايته ولا نسبته إلى النبي صلى الله عليه وسلم، ولا وجود لهذا الحديث في شيء من كتب السنة البتة، وعلامات الوضع والاختلاق بادية عليه

Kita semua sangat yakin ini hadis dusta dan menyimpang. Tidak halal untuk diriwayatkan, juga tidak boleh dianggap sebagai hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis ini tidak pernah dijumpai sama sekali di kitab-kitab hadis apapun. Ciri palsu dan menyimpangnya sangat jelas. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 140030)

Perbanyak Ibadah Ketika Lailatul Qadar

Memperbanyak ibadah ketika lailatul qadar sangat dianjurkan. Untuk mendapatkan kesempatan beramal yang nilainya lebih baik dari pada seribu bulan. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan janji, siapa yang melakukan qiyamul lail di malam qadar, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa yang melakukan qiyamul lail di malam qadar maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat. (HR. Bukhari 1901 & Muslim 1817).

Yang dipermasalahkan dari pembahasan ini adalah apakah ada shalat khusus lailatul qadar, yang diistilahkan dengan shalat lailatul qadar?

Sebagian masyarakat menggunakan hadis di atas untuk menyatakan adanya shalat laitul qadar. Sementara itu sama sekali bukan hadis. Namun kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga itu bukan dalil.

Dengan demikian, tidak ada shalat khusus di malam qadar. Yang dianjurkan ketika lailatul qadar adalah memperbanyak ibadah apapun di malam itu. Baik bentuknya shalat, baca al-Quran, dzikir, dst.

Terutama membaca doa lailatul qadar yang itu diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai jawaban atas pertanyaan Aisyah Radhiyallahu ‘anha,

اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNII

Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pemaaf dan Pemurah maka maafkanlah diriku.