مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ. قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ . وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ
Apa yang menyebabkan kalian masuk ke Saqar (neraka). Mereka menjawab, “dulu kami tidak shalat” ( )dan kami tidak mau memberi makanan kepada orang miskin… (QS. Al-Muddatsir: 42 – 44)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadisnya, menyebut tindakan meninggalkan shalat sebagai perbuatan kekufuran.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim 82).
Dalam hadis lain, dari sahabat Buraidah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, dia telah kafir. (HR. Ahmad 22937, Tirmidzi 2621; dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Masih banyak dalil lain yang menunjukkan betapa bahayanya orang yang meninggalkan shalat.
Ibrahim an-Nakhai mengatakan,
من ترك الصلاة فقد كفر
Orang yang meninggalkan shalat, berarti telah kafir.
Keterangan lain dari Imam Ishaq bin Rahuyah, beliau mengatakan,
صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أن تارك الصلاة كافر، وكذلك كان رأي أهل العلم أن تارك الصلاة عمداً من غير عذر حتى يذهب وقتها كافر
Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang meninggalkan shalat, dia kafir. Demikian yang dipahami para ulama, bahwa orang yang meninggalkan shalat dengna sengaja, tanpa udzur, sampai habis waktunya, maka dia kafir. (Ta’dzim Qadri as-Shalah, 2/929)
Bagian dari syarat halal hewan sembelihan, status agama penyembelih harus memenuhi kriteria yang diizinkan syariat. Dalam al-Quran, Allah sebutkan, bahwa orang yang sembelihannya halal, hanya ada 3,
Muslim
Yahudi
Nasrani
Allah berfirman,
أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
Sembelihan orang-orang yang diberi al Kitab itu halal bagimu, dan sembelihan kamu halal (pula) bagi mereka. (QS. al-Maidah: 5)
Dan ahli kitab yang disebutkan dalam al-Quran adalah mereka yang beragama yahudi dan nasrani. Bukan hanya ahli kitab yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun semua ahli kitab yang mengikuti agama yahudi atau nasrani. Karena sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yahudi dan nasrani telah berbuat syirik dan mengatakan Allah punya anak.
Selain dari 3 jenis manusia di atas, sembelihannya tidak halal, seperti sembelihan orang hindu, budha, atheis, termasuk orang muslim yang murtad. Karena orang murtad dihukumi tidak beragama.
Termasuk bentuk murtad, melakukan tindakan yang menyebabkan dirinya keluar dari islam.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut meninggalkan shalat sebagai tindakan kekufuran, maka orang meninggalkan shalat dihukumi murtad. Dan sembelihan orang murtad tidak sah dan tidak halal.
Imam Ibnu Utsaimin menegaskan,
الرجل الذي لا يصلي إذا ذبح لا تؤكل ذبيحته ، لماذا ؟ لأنها حرام ، ولو ذبح يهودي أو نصراني فذبيحته يحل لنا أن نأكلها ، فيكون – والعياذ بالله – ذبحه أخبث من ذبح اليهود والنصارى
Orang yang tidak shalat, apabila menyembelih, dagingnya tidak boleh dimakan. Mengapa? Karena hasil sembelihannya haram. Andai yang menyembelih itu beragama yahudi atau nasrani, maka sembelihannya halal bagi kita untuk kita makan. Sehingga sembelihan orang yang tidak shalat, lebih buruk dari pada sembelihan yahudi dan nasrani. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/45)
Allahu a’lam.
oleh Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullahu ta'ala